Akui Temukan Pelanggaran, Kompak Lurug KPU Sumenep

Demo KPU Sumenep
Ketua KPU Sumenep A. Warits menemui demonstran di depan kantor KPU Sumenep, Senin (21/09) (Foto: AJ/MI)

maduraindepth.com – Menjelang diadakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, puluhan massa yang mengatasnamakan dirinya Komunitas Pemuda Anti Korupsi (Kompak) melakukan aksi demonstrasi di depan kantor KPU Kabupaten Sumenep. Kedatangan massa ini bermaksud menyampaikan temuan pelanggaran dalam proses persiapan Pilkada.

Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Imam Hanafi menjelaskan, ada tiga permasalahan pokok yang ditemukan oleh Kompak. Yaitu kinerja Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) yang dinilai buruk.

banner 728x90

”Ada PPDP yang hanya bekerja diatas meja, mereka tidak turun ke lapangan untuk melakukan coklit. Bahkan kami mengkroscek beberapa kecamatan ada yang tidak dicoklit. Diantaranya ada di Kecamatan Pragaan, Guluk-Guluk dan Rubaru,” jelasnya saat ditemui usai menggelar aksi, Senin (21/09).

Selain itu, menurut dia ada data dari delapan kecamatan yang bermasalah. Dia menilai permasalahan itu terlihat dari tidak adanya tanda tangan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam). ”Kalau tidak ditandatangi dari bawah, kenapa KPU tetap memaksa pleno di tingkat kabupaten. Kami khawatir, nantinya kesalahan ini akan menjadi permasalahan setelah pemilihan. Misalnya ada paslon yang tidak puas, lalu menggugat ke MK (Mahkamah konstitusi) karena menemukan kesalahan ini, kan jadi runyam. Jadi kami menyampaikan ke KPU agar diperbaiki,” katanya.

Permasalahan kedua adalah adanya dugaan pungli. Menurut Hanafi, pihaknya menemukan adanya gaji PPDP yang dipotong oleh Petugas Pemungutan Suara (PPS). Dari gaji yang seharusnya Rp 1 juta dipotong Rp 50 ribu untuk keperluan pembelian materai.

Baca juga:  Cegah Kekurangan Gizi Pada Bumil dan Bayi, Ini yang Dilakukan Dinkes Sampang

”Ini terjadi di beberapa desa di Kecamatan Guluk-Guluk, kami juga sudah menyampaikan hal ini ke KPU, kami harap pihak KPU menindaklanjuti dengan serius,” tegasnya.

Kemudian poin ketiga adalah tuntutan agar Ketua KPU Sumenep A. Warits mengundurkan diri dari jabatanya. Sebab menurut Hanafi, sampai saat ini A. Warits masih memiliki jabatan di salah satu organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang ada di Sumenep.

”Menurut peraturan, itu tidak boleh. Komisioner KPU tidak boleh merangkap jabatan di Ormas,” katanya.

Hal tersebut ditanggapi oleh Komisioner KPU Sumenep Syaifurrahman. Menurut dia untuk poin pertama dia mengaku tidak setuju. Menurut dia, kerja PPDP adalah kerja lapangan, bukan hanya kerja administratif.

”Saya rasa poinnya adalah mereka mengkritisi Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang lebih sedikit dari 2019. Hal ini disebabkan banyaknya pemilih yang meninggal dunia. Bahkan terhidung ada 40 ribu lebih pemilih yang meninggal. Kenapa perbedaanya besar, pada Pemilu 2019 lalu tidak ada coklit, yang ada coklit itu 2018 saat pemilihan Gubernur. Sehingga tidak ada door to door, jadi tidak ada data masuk, hanya menunggu laporan,” terang Syaifur.

Kemudian, dia menegaskan bahwa tidak ada form data pemilih yang mewajibkan untuk disertai tanda tangan Panwas. Menurut dia memang ada data di delapan kecamatan yang salah dalam pelaksaan rekap ditingkat kecamatan. Tetapi kesalahan tersebut sudah diperbaiki sebelum pelaksanaan pleno ditingkat kabupaten.

Baca juga:  Truk Box Bermuatan Air Mineral Terguling di Pangilen Sampang

”Ada desapan kecamatan yang saat pelaksanaan rekap ditingkat kecamatan ada yang salah input AKWK, tetapi sebelum pleno ditingkat kabupaten kami cek, ternyata ada delapan kecamatan yang salah input di AKWK-nya. Misalnya di Raas, 96 ditulis 69. Itu sudah diperbaiki sebelum rekap di kabupaten,” tegasnya.

Untuk poin kedua, Syaifur mengaku tidak mengetahui bahwa ada pungutan liar. Untuk informasi tersebut, dia mengaku berterimakasih dan berjanji akan memanggil PPS yang bersangkutan untuk dimintai keterangan.

”Sampai saat ini kami masih belum tahu. baru dari teman-teman Kompak tadi kami mendapat informasi. kami akan menindaklanjuti informasi itu. Informasinya dari gaji Rp 1 juta dipotong Rp 50 ribu untuk biaya materai dan biaya SPJ dan sebagainya,” ucapnya.

Sementara untuk poin ketiga, Syaifur memastikan bahwa kabar menganai adanya komisioner KPU Sumenep yang memiliki jabatan di salah satu Ormas adalah salah. Menurut dia, seluruh komisioner KPU yang pernah memiliki jabatan disuatu Ormas telah mengundurkan diri tepat setelah pelantikan sebagai komisioner KPU.

”Saya rasa kami semua sudah mengundurkan diri dari jabatan di Ormas. Setelah pelantikan, kami bersama-sama membuat surat pengunduran diri dari jabatan di Ormas,” tandasnya. (AJ/MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *