Jamasan Pusaka Leluhur Keraton Sumenep, Tradisi Yang Masih Terjaga

Prosesi ritual pemandian keris di taman sare keraton Sumenep. (Foto: MR/MI)

maduraindepth.com – Perkumpulan pelestari budaya “Pelar Agung” hari Senin (2/9/2019) kemarin telah melaksanakan ritual pengambilan air di Taman Sare, Keraton Sumenep. Kegiatan itu merupakan salah satu prosesi dari gelaran Haul Akbar dan Penjamasan Pusaka Leluhur Keraton Sumenep di Desa Aeng Tongtong Kecamatan Sarongggi yang puncaknya akan dilaksanakan pada hari Ahad (8/9/ 2019).

Ketua panitia Wawan Noviyanto, penyampaikan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk mengembangkan potensi wisata sekaligus melestarikan budaya dan kearifan lokal terutama dalam bidang perkerisan. “Dilaksanakannya jamasan merupakan bentuk rasa terima kasih, mengingat dan menghargai peninggalan benda bersejarah dari sesepuh,” ungkapnya, Rabu (4/9/2019).

banner auto

Jamasan atau siraman sendiri berasal dari bahasa jawa yang artinya memandikan atau membersihkan. Jamasan pusaka merupakan ritual yang masih dinilai sakral oleh sebagian besar masyarakat Sumenep. Jamasan dilaksanakan dalam rangka membersihkan benda-benda pusaka dari kotoran-kotoran, baik kotoran yang berwujud maupun kotoran yang tidak berwujud.

Keraton Sumenep dan Desa Aeng Tongtong memiliki berbagai jenis keris peninggalan leluhur. Keris-keris tersebut dianggap sebagai pusaka berdasarkan asal usul atau perannya dalam suatu peristiwa bersejarah. Setiap bulan Suro atau bulan Muharram, masyarakat adat desa Aeng Tongtong melaksanakan ritual jamasan.

Ritual jamasan ini diawali dengan pengambilan air dari 7 sumber atau sumur yang berbeda. Pengambilan air pertama dilakukan di Taman Sare, Keraton Sumenep. Dengan membawa bubur 5 warna, para sesepuh Aeng Tongtong melakukan ritual membakar kemenyan serta menaburkan kembang di sekitar sumber. Setelah pengambilan air dari Taman Sare, dilanjutkan pengambilan dari lokasi lain selama 7 hari.

Baca juga:  Pemda dan DPRD Sampang Dinilai Tak Serius Usut Mafia Bansos, PMII Kirim Surat ke Mensos Risma

Pada malam kedelapan, keris pusaka akan diarak keliling desa sebelum disemayamkan di Buju’ (makam) Agung. Tembang mocopat dinyanyikan sepanjang arak-arakan tersebut. Tepat pukul 00:00 digelar do’a bersama (istighotsah) dilanjutkan sholat subuh berjamaah di Buju’ Agung.

Puncak acara adalah hari Ahad (8/9/2019), dimana para sesepuh desa membacakan mantra-mantra atau do’a keselamatan dilanjutkan prosesi menjamas atau memandikan pusaka. Air untuk memandikan pusaka tersebut juga ditambahkan kembang 7 rupa. Setelah ritual di Buju’ Agung selesai, keris pusaka dikirab menuju Buju’ Dua’, dimana masyarakat Desa Aeng Tongtong meyakini disitulah pangeran Bukabu disemayamkan. Pangeran Bukabu merupakan orang pertama yang tinggal di Desa Aeng Tongtong dan yang mengajarkan seni pembuatan keris kepada masyarakat Desa Aeng Tongtong.

Esok harinya, Senin (9/9/2019) keris pusaka Keraton Sumenep akan dikembalikan ke tempatnya. Semua masyarakat Desa Aeng Tongtong dengan membawa berbagai hasil bumi ikut mengiringi kirab pengembalian Pusaka Keraton. Sesampainya di Keraton Sumenep, pusaka tersebut akan diserahkan langsung kepada Bupati dan Wakil Bupati Sumenep. (MR/AJ)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto